Jakarta, infosumatera.com- Menteri Keuangan bersama Secretary-General of The OECD melakukan penandatanganan Instrumen Multilateral Subject to Tax Rule (MLI STTR) pada tanggal 19 September 2024.
STTR merupakan ketentuan yang diterapkan dengan basis perjanjian atas pembayaran intragrup seperti bunga, royalti, dan pembayaran tertentu lainnya termasuk jasa.
“This is truly an important agreement reflects the fact that the STTR has been a key priority for many developing countries, as we heard from our previous speaker, of the Inclusive Framework on BEPS,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hadir secara daring.
Melalui penandatanganan tersebut, Indonesia turut menunjukkan komitmen dalam upaya peningkatan kerja sama perpajakan internasional.
Penerapan MLI STTR dilatarbelakangi oleh penggerusan basis pajak dan pengalihan laba yang saat ini merupakan masalah global.
Untuk itu, Indonesia bersama dengan lebih dari 140 negara dan yurisdiksi anggota OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (IF) menyepakati ketentuan penerapan STTR.
Dalam ketentuan STTR, pembayaran intragrup harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sebesar 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen.
Dalam hal tarif yang dikenakan kurang dari 9%, negara sumber dapat mengenakan pajak tambahan.
Pengenaan pajak tambahan STTR dilakukan setelah berakhirnya tahun pajak pembayaran dilakukan.
Hal ini mengingat terdapat materiality treshold yang harus dipenuhi agar pembayaran tersebut berada dalam cakupan STTR.
Dalam ketentuan STTR, pembayaran intragrup harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sebesar 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen.
Dalam hal tarif yang dikenakan kurang dari 9%, negara sumber dapat mengenakan pajak tambahan.
Pengenaan pajak tambahan STTR dilakukan setelah berakhirnya tahun pajak pembayaran dilakukan.
Hal ini mengingat terdapat materiality treshold yang harus dipenuhi agar pembayaran tersebut berada dalam cakupan STTR.
Bagi Indonesia, penandatanganan MLI STTR berpotensi meningkatkan penerimaan pajak.
Dalam hal pembayaran tertentu yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak dengan tarif kurang dari 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen, Indonesia dapat mengenakan pajak tambahan.
Selain itu, implementasi STTR di Indonesia juga dapat menjadi salah satu instrumen untuk melindungi basis pajak dari skema penghindaran atau pengelakan pajak yang agresif.
STTR akan memperkuat ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang ada saat ini.
STTR juga akan mengamandemen ketentuan P3B yang mengatur mengenai pemajakan atas pembayaran yang tercakup dalam STTR tanpa harus melalui negosiasi secara bilateral, yang umumnya memerlukan waktu yang lama.
Untuk dapat berlaku efektif secara domestik, setelah proses penandatanganan, MLI STTR harus diratifikasi terlebih dahulu melalui penerbitan Peraturan Presiden.