Catatan Zacky Antony
CERITA bermula seorang perempuan Lansia menggunakan hak suaranya Pilwakot Bengkulu 27 November lalu. Nenek renta itu dibantu oleh petugas hingga ke bilik suara. Karena penglihatan yang kabur, dia tidak bisa melihat kertas suara secara jelas.
Lantas ditanya oleh petugas, nenek mau pilih siapa? “Dedy Takziah,” jawab si nenek.
Dedy Takziah yang dimaksud tidak lain Dedy Wahyudi. Calon Walikota Nomor Urut 5 berpasangan dengan Ronny Tobing. Rupanya sang nenek tidak tahu nama lengkap calon walikota pilihannya. Dia ingat hanya Dedy yang sering datang takziah ke rumah-rumah warga. “He he…. Nek ..nek. Ada –ada saja nenek ini. Namonyo tu Dedy Wahyudi, bukan Dedy Takziah,” kata petugas tersenyum.
Cerita soal nenek tadi disampaikan Dedy Wahyudi di hadapan para pendukungnya di kediaman pribadinya Kelurahan Sidomulyo, Kamis (28/11/2024) malam. Saat Dedy bercerita soal panggilan baru itu, ruangan terbuka yang ada di bagian belakang rumah, langsung pecah oleh tawa.
Dua hari terakhir sejak pencoblosan, ratusan orang berduyun-duyun mendatangi kediaman Dedy untuk mengucapkan selamat. Malam itu, saya datang tidak sendiri, tapi ditemani Tarmandi Alba, teman sesama wartawan bersama Dedy dulu di Harian Rakyat Bengkulu.
Tampak hadir sejumlah tokoh. Ada mantan Cagub Bengkulu tahun 1999 Syahrir AB, pemilik Hotel Dwinka M. Harlon dan Achmad Sardi, orang tua dari Senator Destita Khairilisani (anggota DPD RI) dan Tedy Rahman (Bupati Seluma terpilih). Banyak juga hadir dari kalangan Ketua RT dan Ketua RW, Lurah, Camat dan sejumlah pejabat Pemda Kota.
Hasil real count berbasis data C1 TPS menunjukkan pasangan nomor 5 Dedy Wahyudi – Roni Tobing memenangkan Pilwakot Bengkulu dengan perolehan 68.979 suara atau 35,65 persen. Pasangan dengan tagline lanjutkan ini menyapu bersih kemenangan di 9 kecamatan. Disusul pasangan nomor urut 3 Dedi Black – Agi Agusrin dengan 50.377 suara atau 26,10 persen.
Peringkat ketiga ditempati pasangan nomor urut 1 Dani Hamdani – Sukatno meraup 34.570 suara atau 17,93 persen. Dua posisi terakhir ditempati pasangan nomor urut 2, Ariyono Gumay – Harialyyanto dengan 31.249 suara atau 16,21 persen dan nomor urut 4, Benny Suharto – Fahrizal di posisi juru kunci dengan 7.912 suara atau 4,10 persen.
Panggilan “Dedy Takziah” ini adalah julukan baru bagi Dedy Wahyudi. Selama ini, pria yang mengawali karir sebagai seorang wartawan ini sudah mendapat banyak julukan. Ada yang memanggil “Dedy BPJS” karena mempelopori program BPJS Gratis bagi warga Kota Bengkulu. Ada juga yang memanggil “Dedy Camkoha” karena dulu mempopulerkan kata “Camkoha” saat masih menjadi GM RBTV. Panggilan gaulnya adalah DEWA yang merupakan akronim dari Dedy Wahyudi.
Dari sederet panggilan-panggilan di atas, panggilan “Dedy Takziah” terasa istimewa. Kata takziah identik dengan peristiwa kematian. Setiap ada kematian, umumnya pasti ada acara takziah tiga malam berturut-turut. Kebiasaan itu dilakukan masyarakat baik di kota maupun di desa. Inti dari acara takziah adalah menghibur ahli rumah yang sedang dilanda musibah karena ada kerabat atau anggota keluarga meninggal.
Kata-kata Takziah mengandung pesan spiritualitas yang dalam. Ingat takziah, ingat kematian. Belum tentu semua orang ingat kematian. Takziah mengandung tujuan untuk menguatkan jiwa orang yang sedang berduka dan mengajak bersabar atas beban musibah. Takziah adalah implementasi dari ajaran agama Islam.
Selama lima tahun menjadi wakil walikota, Dedy Wahyudi menjalankan aktifitas rutin menghadiri takziah warga kota. Biasanya dilakukan pada malam ketiga bersamaan dengan penyerahan akte kematian kepada ahli waris. Penyerahan akte kematian bagi warga kota yang meninggal merupakan salah satu program pemerintah kota dibawah kepemimpinan Helmi-Dedy.
Dalam satu malam Dedy bisa menghadiri 2 – 3 tempat takziah. Pernah sampai 4 tempat. Tapi kalau waktu tidak terkejar, tempat terakhir biasanya diwakili pak camat atau lurah. Di mata warga, kehadiran seorang pejabat di tengah kedukaan, punya nilai tersendiri. Hadir meski sebentar, lebih baik dari pada tidak datang sama sekali. Tapi manakala takziah hanya di satu tempat saja, Dedy akan hadir hingga acara selesai.
“Malam hari yang mestinya waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan anak-anak, banyak tersita untuk program ini. Capek juga, tapi saya ikhlas untuk warga kota,” ujar Dedy suatu ketika.
Sudah nggak terhitung lagi, berapa ratus tempat takziah yang sudah dia hadiri selama lima tahun terakhir. Kalau satu malam ada 2-3 tempat takziah. Anda kalikan saja sendiri. Tentu saja tidak setiap malam ada takziah. Ada pula hari-hari yang kosong. Tapi investasi sosial ini terus berkesinambungan.
Menurut saya, investasi sosial inilah yang menjadi letak kekuatan Dedy pada Pilwakot 27 November lalu. Takziah hanya satu diantara sederet investasi sosial yang dilakukan Dedy selama 5 tahun terakhir. Terlalu panjang kalau mau ditulis di sini investasi-investasi sosial yang lain. Sebut saja diantaranya BPJS gratis. Saya menyaksikan ibu-ibu menangis usai membawa anaknya berobat ke rumah sakit tanpa biaya. BPJS nya yang semula mati, diaktifkan lagi setelah menghubungi Dedy.
Nilai sosial yang tinggi program ini terletak pada momentum. Ibarat memberi makan orang yang sedang lapar. Apapun gulainya pasti enak. Namanya saja lapar. Beda memberi makan orang yang kenyang. Semahal dan seenak apapun gulainya, kurang begitu menarik selera karena perut sudah kenyang. Inilah yang disebut momentum.
Setelah lima tahun berinvestasi sosial, Pilwakot 27 November 2024 lalu Dedy memanen hasilnya. Dan berkah.
Selamat buat Dedy Wahyudi dan keluarga. Sebagai kawan, saya hanya mengingatkan: Hati-hati. Ini baru awal dari sebuah perjalanan yang saya perkirakan masih panjang. Semoga Allah melindungi.
Penulis adalah wartawan senior di Bengkulu